Facebook

Senin, 09 Januari 2017

Surat Cinta Untuk Cahaya Hidupku

Ibu beberapa bulan lagi aku genap berusia dua puluh tahun. Bukankah menginjak kepala dua mencapai permulaan kedewasaan? Tapi meskipun begitu, sejak umurku belasan tahun pemikiranku seperti orang dewasa meskipun ada perilaku yang mencerminkan kanak-kanak juga. Bu, ibu tahu tidak? Kejadian besar selalu membuat orang cepat dewasa. Kepribadianku dibentuk karena kejadian besar. Aku tidak tahu cara membalas budimu seperti apa. Pengorbananmu selama ini amat besar, kau menjanjikan masa depan seorang diri. Aku tahu tidak mudah!

Dulu, jalan kita begitu gemilang. Sampai suatu saat Allah mengambilnya kembali. Hidup terkadang tidak adil, memaksa seseorang berubah 180°. Kehilangan, kekecewaan, diikhlaskan melalui proses yang panjang. Merengkuh satu sama lain adalah cara paling dahsyat merawat luka-luka yang ada.

Aku tahu hikmahnya setelah kejadian itu. Kita semakin dekat denganNya. Ternyata lebih indah, lebih gemilang dari kehidupan kita dulu. Biarlah, kehidupan memang silih berganti. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang terhempas entah ke mana tergilas oleh waktu dan keadaan.

Sederhana. Itu kata yang tepat. Bukankah dalam agama kita, kita diharuskan bersikap Qana'ah? Merasa cukup atas apa yang ada. Toh, Allah juga tidak menyukai dengan sesuatu yang berlebih-lebihan karena melampaui batas?

Ya bu, aku paham sekarang. Terima kasih sudah menjadikanku pribadi yang seperti ini, mendidik ku dengan baik. Meskipun masih banyak kekurangan dalam diriku yang harus diperbaiki. Ibu, aku memang tidak selalu menampakan cinta untukmu. Tapi percayalah, aku sangat mencintaimu lebih dari apapun.

Sekali lagi terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar