Semenjak mengenalmu aku menyukai kopi. Semenjak ada kopi aku semakin tahu dirimu. Kopi mengakrabkan, sarana bertukar cerita panjang lebar. Konon, kopi juga saling menyatukan suatu hubungan. Aku semakin tertarik dengan kopi. Soal rasa kopi, aku tidak menyukai kafein yang terlalu tinggi. Juga tidak menyukai kopi rasa pahit. Itu alasan yang sering membuat kepalaku pusing dan mual. Aku bisa muntah jika kopi yang ku minum tidak sesuai selera.
Kedai kopi di taman kota sering menjadi tempat kita bercengkrama, bertukar pikiran, dan pendapat. Tapi sayang, hari itu kau pergi tanpa alasan. Tanpa bersua sedikit pun. Padahal aku masih ingin berbagi waktu denganmu. Namun memang kau bersikukuh, sudah tidak ada jejak yang perlu aku telusuri. Jejakmu sudah kau hapus sendiri agar aku tidak mengikutimu. Aku tidak tahu alasan kau pergi begitu cepat. Apakah kau akan menemui seseorang? Lagi-lagi aku tidak tahu.
Apakah kau tahu dengan keadaan kedai kopi di taman kota sekarang? Seperti ada yang hilang. Padahal ramai. Tapi aku merasa sepi. Kopi yang ku minum pun terasa pahit. Orang-orang di kedai itu tak pernah tahu, bahwa ampas kopi yang pahit terbuat dari kepergianmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar